Variasi
Bahasa
a)
Idiolek,
yakni variasi bahasa yang bersifat perseorangan. Setiap orang mempunyai variasi
bahasanya/idioleknya masing-masing. Idiolek berkenaan dengan ‘warna’ suara,
pilihan kata, gaya bahasa, susunan kalimat, dsb. Namun yang paling dominan
adalah ‘warna’ suara itu.
b)
Dialek,
yakni variasi bahasa dari sekelompok penutur yang jumlahnya relatif, yang
berada pada satu tempat, wilayah/area tempat tinggal penutur.
c)
Kronolek/dialek
temporal, yakni variasi bahasa yang digunakan kelompok
sosial pada masa tertentu.
d)
Sosialek/dialek
sosial, yakni variasi bahasa yang berkenaan dengan status,
golongan, dan kelas sosial para penuturnya :
(1)
Akrolek,
variasi sosial yang dianggap lebih tinggi/ lebih bergengsi daripada variasi
sosial lainnya. Bahasa bagongan yakni
variasi bahasa Jawa yang digunakan oleh para bangsawan kraton Jawa.
(2)
Basilek,
variasi sosial yang dianggap kurang bergengsi, atau bahkan dianggap rendah.
Bahasa Inggris yang digunakan oleh para cowboy.
(3)
Vulgar,
variasi sosial yang ciri-cirinya tampak pemakaian bahasa oleh mereka yang
kurang terpelajar/ dari kalangan mereka yang tidak berpendidikan.
(4)
Slang,
variasi sosial yang bersifat khusus dan rahasia. Digunakan oleh kalangan
tertentu yang sangat terbatas, dan tidak boleh diketahui oleh kalangan luar
kelompok itu. Kosakata yang digunakan dalam slang selalu berubah-ubah.
(5)
Kolokial,
variasi sosial yang digunakan dalam percakapan sehari-hari. Kolokial berarti
bahasa percakapan, bukan bahasa tulis. Nggak ada (tidak ada), dok (dokter), let
(letnan).
(6)
Jargon,
variasi sosial yang digunakan secara terbatas oleh kelompok-kelompok sosial
tertentu. Ungkapan yang yang digunakan seringkali tidak dapat dipahami oleh
masyarakat umum atau masyarakat di luar kelompoknya. Namun ungkapan tersebut
tidak bersifat rahasia. Dalam kelompok montir ada ungkapan roda gila,
didongkrak, dices, dibalans, dipoles,dsb.
(7)
Argot,
variasi sosial yang digunakan secara terbatas pada profesi-profesi tertentu dan
bersifat rahasia. Letak pengkhususan argot ada dalam kosakata. Dalam dunia kejahatan
(pencuri, copet, dll) pernah digunakan ungkapan barang (mangsa), kacamata
(polisi), daun (uang), gemuk (mangsa besar), dsb.
(8)
Ken,
variasi sosial tertentu yang bernada memelas, dibuat merengek-rengek, penuh
dengan kepura-puraan. Biasanya digunakan oleh para pengemis.
Hubungan
Bahasa dan Kebudayaan
·
Berdasarkan unsur kebudayaan, bahasa
merupakan bagian dari kebudayaan. Jadi hubungan antara bahasa dan kebudayaan
merupakan hubungan yang subordinatif,
dimana bahasa berada di bawah lingkup kebudayaan. Artinya, kebudayaan merupakan
main system dan bahasa merupakan subsystem.
·
Menurut Masinambouw (1985) menyebutkan
bahwa bahasa dan kebudayaan merupakan dua sistem yang ‘melekat’ pada manusia. Apabila
kebudayaan itu adalah merupakan suatu sistem yang mengatur interaksi manusia di
dalam masyarakat, maka bahasa adalah suatu sistem yang berfungsi sebagai sarana
berlangsunya interaksi tersebut. Artinya, hubungan yang erat itu berlaku
sebagai : kebudayaan merupakan sistem
yang mengatur interaksi manusia, sedangkan bahasa merupakan sistem yang
berfungsi sebagai sarana keberlangsungan sarana itu.
·
Terdapat pendapat ahli lain yang
menyatakan bahwa bahasa dan kebuadayaan mempunyai hubungan yang koordinatif (yakni kedudukan yang sama
tinggi, sederajat).
·
Mengenai hubungan bahasa dan kebudayaan
yang bersifat koordinatif, terdapat
dua hal yang perlu dicatat :
·
Pertama,
ada yang menyatakan bahwa hubungan kebahasaan dan kebudayaan itu seperti anak
kembar siam, dua buah fenomena yang terikat erat, seperti hubungan antara sisi
yang satu dengan sisi yang lain pada sekeping mata uang logam. Sisi yang satu
adalah sistem kebahasaan dan sisi yang lain adalah sistem kebudayaan (Silzer,
1990). Jadi pendapat ini mengatakan bahwa kebahasaan dan kebudayaan merupakan
dua fenomena yang berbeda, tetapi hubungannya sangat erat, sehingga tidak bisa
dipisahkan. Jadi, sesuai dengan konsep Masinambouw di atas.
·
Kedua,
adanya hipotesis (dugaan sementara/pegangan dasar/dasar pendapat) yang sangat
kontroversial yakni hipotesis Sapir-Whorf yang lazim dikenal dengan dengan relativitas bahasa. Di dalam hipotesis
ini dikatakan bahwa : bahasa bukan hanya
menentukan corak budaya, tetapi juga menentukan cara dan jalan pikiran manusia;
dan oleh karena itu mempengaruhi juga tidak lakunya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar