ASAL
MULA RELIGI DAN INTI RELIGI
Perilaku manusia
yang bersifat religi itu terjadi karena :
1. Manusia mulai sadar akan adanya
konsep ruh;
-
Tylor (1873) dengan Teori Ruh-nya, menyebutkan asal-mula dari religi adalah kesadaran
manusia akan konsep ruh, yang disebabkan oleh dua hal :
a)
Perbedaan yang tampak antara benda-benda
yang hidup dan benda-benda yang mati. Lama-kelamaan manusia mulai menyadari
bahwa gerak dalam alam (yaitu hidup) disebabkan oleh sesuatu kekuatan yang
berada disamping tubug jasmaninya, yakni jiwa (yang kemudian lebih khusus
disebut ruh);
b)
Pengalaman bermimpi. Dalam mimpinya
manusia melihat dirinya berada di tempat-tempat lain selain tempat ia tertidur.
Maka ia mulai membedakan antara tubuh jasmaninya yang berada di tempat tidur
dan bagian lain dari dirinya, yaitu jiwanya (ruhnya) yang pergi ke tempat lain.
2. Manusia mengakui adanya berbagai
gejala yang tidak dapat dijelaskan dengan akal;
-
Frazer dengan Teori Batas Akal-nya, menyebutkan bahwa : Manusia memecahkan
masalah-masalah hidupnya dengan akal dan sistem pengetahuannya, tetapi akal dan
sistem pengetahuan manusia terbatas. Semakin maju kebudayaannya, semakin luas
batas akal itu. Batas akal manusia masih sempit, soal-soal hidup yang tidak dapat
manusia pecahkan dengan akal dipecahkan dengan ilmu gaib.
-
Ketika manusia menyadari bahwa ilmu gaib
tidak lagi bermanfaat bagi mereka, mulailah timbul kepercayaan bahwa alam
dihuni oleh makhluk-makhluk halus yang lebih berkuasa, dengan siapa manusia kemudian
mulai mencari hubungan, sehingga timbullah religi.
-
Ilmu gaib adalah segala sistem perbuatan
dan sikap manusia untuk mencapai suatu maksud dengan menguasai dan menggunakan
kekuatan-kekuatan dan hukum-hukum gaib yang ada di alam semesta. Religi adalah
segala sistem perbuatan untuk mencapai suatu maksud dengan cara menyandarkan
diri pada kehendak dan kekuasaan makhluk-makhluk halus (ruh, dewa, dsb) yang
menghuni alam semesta ini.
3. Keinginan manusia untuk menghadapi
berbagai krisis yang senantiasa dialami manusia dalam daur hidupnya;
-
M. Crawley (1905) dalam bukunya Tree of Life dan A. van Gennep (1909)
dalam bukunya Rites de Passage
mengungkapkan Teori Masa Krisis Dalam
Hidup Individu sebagai berikut : Selama hidupnya manusia mengalami berbagai
krisis yang sangat ditakuti oleh manusia, dan itu menjadi objek perhatiaannya. Terutama
terhadap bencana sakit dan maut, segala kepandaian, kekuasaan, dan harta benda
yang dimiliki manusia tidak berdaya.
-
Selama daur hidupnya, ada saat-saat
genting bagi manusia, saat ketika manusia mudah jatuh sakit atau tertimpa
bencana, misalnya masa kanak-kanak, atau saat ia beralih dari usia muda ke
dewasa, masa hamil, melahirkan, dan saat ia menghadapi sakaratul maut. Pada
saat-saat seperti itu manusia perlu melakukan sesuatu untuk memperteguh
imannya, yang dilakukannya dengan upacara-upacara. Perbuatan-perbuatan inilah
yang merupakan pangkal dari religi dan merupakan bentuk-bentuk yang tertua.
4. Kejadian-kejadian luar biasa yang
dialami manusia di alam sekelilingnya;
-
R.R. Marret (1909) dalam bukunya The Threshold of Religion, mengungkapkan
Teori Kekuatan Luar Biasa. Teori ini
dimulainya dengan kecaman terhadap anggapan Tylor tentang kesadaran manusia
akan adanya jiwa.
-
Menurut Marret, kesadaran seperti itu
terlalu kompleks bagi pikiran manusia yang baru berada pada tingkat-tingkat
awal kehidupannya di bumi ini. Menurutnya, pangkal dari segala perilaku
keagamaan ditimbulkan karena adanya perasaan tidak berdaya dalam menghadapi
gejala-gejala dan peristiwa-peristiwa yang dianggap luar biasa dalam kehidupan
manusia.
-
Alam tempat gejala-gejala dan
peristiwa-peristiwa itu berasal, yang oleh manusia dianggap sebagai tempat
adanya kekuatan-kekuatan yang telah dikenalnya dalam alam sekelilingnya, disebut
the supernatural. Gejala-gejala,
hal-hal, dan peristiwa-peristiwa yang luar biasa itu dianggap sebagai akibat
dari kekuatan supernatural (kekauatan
sakti).
5. Adanya getaran jiwa (emosi) berupa
rasa kesatuan yang timbul dalam jiwa manusia sebagai warga dari masyarakatnya;
-
E Durkheim melalui Teori Elementer Mengenai Hidup Beragama menganggap bahwa alam
pikiran manusia pada awal perkembangan kebudayannya belum mampu memahami konsep
‘jiwa’ dan ‘ruh’ yang bersifat abstrak itu, dan memisahkannya dari jasmani
manusia. Ia juga berpendirian bahwa manusia pada saat itu juga belum mungkin
menyadari paham abstraksi lain, seperti perubahan dari jiwa menjadi ruh,
setelah jiwa terlepas dari tubuhnya.
-
Teori
Elementer Mengenai Hidup Beragama menyangkut beberapa
pengertian dasar, yaitu :
1)
Pada awal keberadaannya di muka bumi,
manusia mengembangkan religi karena adanya getaran jiwa, yaitu suatu emosi
keagamaan, yang timbul dalam jiwanya karena adanya emosi terhadap keagamaannya,
dan bukan karena dalam pikirannya manusia membayangkan adanya ruh tang abstrak,
berupa kekuatan yang menyebabkan hidup dan gerak dalam alam semesta ini;
2)
Dalam pikirannya, emosi keagamaan itu
berupa perasaan yang mencakup rasa keterikatan, bakti, cinta, dsb, terhadap
masyarakatnya sendiri, yang baginya merupakan seluruh hidupnya;
3)
Emosi keagamaan tidak selalu berkobar
setiap saat dalam dirinya. Apabula tidak dirangsang dan dipelihara, emosi
keagamaan itu menjadi latent
(melemah), sehingga perlu dikobarkan kembali antara lain melalui kontraksi
masyarakat (mengumpulkan seluruh masyarakat dalam pertemuan-pertemuan raksasa);
4)
Emosi keagamaan yang muncul itu
membutuhkan suaut objek tujuan. Mengenai apa yang menyebabkan bahwa sesuatu hal
yang menjadi obyek dari emosi keagamaan, bukanlah terutama sifatnya yang luar
biasa atau aneh atau megah; tetapi adanya tekanan berupa anggapan umum dalam
masyarakat, misalnya karena salah satu peristiwa secara kebetulan pernah
dialami ole orang banyak. Obyek yang menjadi tujuan emosi keagamaan dapat
bersifat sacre (keramat), sebagai
lawan dari sifat profan (tidak
keramat), yang tidak memiliki nilai keagamaan;
5)
Suatu obyek keramat sebenarnya merupakan
lambang dari suatu masyarakat. Pada suku-suku bangsa asli di Australia, obyek
keramat yang menjadi obyek emosi kemasyarakatannya seringkali berwujud suatu
jenis hewan atau tumbuh-tumbuhan. Para pakar menyebut prinsip yang berada di
belakang obyek dari suatu kelompok dalam masyarakat dengan istilah totem.
6)
Manusia
menerima suatu firman dari tuhan.
Schmidt, seorang pendeta Katolik
percaya bahwa : agama berasal dari Titah Tuhan yang diturunkan pada awal
keberadaan manusia di bumi. Karena itu, adanya tanda-tanda dari suatu
kepercayaan pada dewa pencipta pada suku-suku bangsa yang paling rendah tingkat
kebudayaannya (tertua), memperkuat anggapan mengenai adanya Titah Tuhan Asli
yang disebutnya Uroffenbarung.
UNSUR-UNSUR
DASAR RELIGI
Untuk dapat mendeskripsi religi diantara
ribuan kebudayaan di dunia, dalam antropologi religi dibagi dalam unsur-unsur
berikut :
1.
Emosi keagamaan (getaran jiwa) yang
menyebabkan bahwa manusia didorong untuk berperilaku keagamaan;
2.
Sistem kepercayaan atau
bayangan-bayangan manusia tentang bentuk dunia, alam, alam gaib, hidup, maut,
dsb;
3.
Sistem ritus dan upacara keagamaan yang
bertujuan mencari hubungan dengan dunia gaib berdasarkan sistem kepercayaan;
4.
Kelompok keagamaan atau
kesatuan-kesatuan sosial yang mengkonsepsikan dan mengaktifkan religi berikut
sistem upacara-upacara keagamaannya;
5.
Alat-alat fisik yang digunakan dalam
ritus dan upacara keagamaan.
WUJUD
DARI AGAMA DAN RELIGI
1.
Fetishism.
Yaitu bentuk religi yang didasarkan pada kepercayaan akan adanya jiwa dan
benda-benda tertentu, dan terdiri dari berbagai kegiatan keagamaan yang
dilakukan memuja-muja benda ‘berjiwa’.
2.
Animism.
Yaitu bentuk religi yang didasarkan pada kepercayaan bahwa alam sekeliling
tempat tinggal manusia dihuni oleh berbagai macam ruh, dan terdiri dari
berbagai kegiatan keagamaan guna memuja ruh-ruh tersebut.
3.
Animatism.
Yang tidak merupakan suatu bentuk religi, melainkan suatu sistem keprcayaan
bahwa benda-benda serta tumbuh-tumbuhan memiliki jiwa dan dapat berfikir
seperti manusia. Kepercayaan itu tidak menyebabkan adanya berbagai kegiatan
keagamaan dengan maksud memuja benda-benda dan tumbuh-tumbuhan tadi, walaupun
dapat menjadi unsur dalam suatu religi.
4.
Prae-animsim (kadang disebut juga dynamism). Yaitu bentuk religi
berdasarkan kepercayaan pada kekuatan sakti yang ada dalam segala hal yang luar
biasa, terdiri dari kegiatan-kegiatan keagamaan yang berpedoman pada
kepercayaan tersebut.
5.
Totemism.
Yaitu bentuk religi dari masyarakat yang terdiri dari kelompok-kelompok
kekerabatan unilineal. Bentuk religi
ini didasarkan pada kepercayaan bahwa kelompok-kelompok unilineal ini masing-masing berasal dari para dewa dan leluhur yang
masih terikat tali kekerabatan, dan terdiri dari kegiatan-kegiatan keagamaan
untuk memuja mereka serta untuk mempererat kesatuan dalam kelompok unilineal masing-masing, yang
masing-masing juga memiliki lambangnya (totem)
sendiri berupa suatu jenis hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala alam, atau benda yang
melambangkan dewa-leluhur kelompoknya.
6.
Polytheism.
Yaitu bentuk religi yang didasarkan kepercayaan akan adanya suatu hierarki
dewa-dewa, dan terdiri dari upcara-upacara untuk memuja para dewa tadi.
7.
Monotheism.
Yaitu bentuk religi yang didasarkan kepercayaan pada satu dewa, yaitu Tuhan,
dan kegiatan-kegiatan upacaranya bertujuan untuk memuja Tuhan tersebut.
8.
Mystic.
Yaitu bentuk religi yang didasarkan kepercayaan kepada satu Tuhan yang dianggap
menguasai seluruh alam semesta, dan terdiri dari upacara-upacara yang bertujuan
mencapai kesatuan dengan Tuhan tersebut. Dalam banyak agama, manusia berupaya
untuk dapat mendekatkan diri pada Tuhan (pantheism).
Tetapi ada konsep bahwa manusia menjadi satu dengan Tuhan, berdasarkan nalar
bahwa segala hal di dunia (termasuk manusia dengan lingkungannya) adalah bagian
dari Tuhan (monosm).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar